Oleh: Cepy
Suherman
Bagi kamu yang
masih pemula di dunia pasar modal, mungkin masih asing dengan istilah window dressing. Fenomena yang umumnya
muncul di tiap akhir tahun ini, selalu ramai untuk diperbincangkan. Dan agar
tidak bingung mengenai apa itu window
dressing, berikut penjelasannya.
Mengenal Window
Dressing
Awalnya istilah window dressing merupakan sebuah ungkapan untuk menggambarkan fenomena toko-toko di Inggris menjelang akhir tahun. Setiap mendekati perayaan Natal dan Tahun Baru, para pemilik toko akan mengganti display produknya dengan barang-barang baru untuk menarik pembeli. Nah, fenomena window dressing inilah yang kemudian digunakan dalam dunia investasi.
Kenaikan
harga saham di bursa efek secara signifikan, tidak terlepas dari aksi emiten
dan manajer investasi untuk memoles laporan keuangan perusahaan agar terlihat
bagus dan menarik. Tujuannya tidak lain yaitu untuk menarik minat investor. Dan
ini dilakukan agar kebutuhan pendanaan bagi perusahaan dapat tercukupi, terutama
dalam menghadapi tahun yang baru.
Agar
laporan keuangan terlihat menarik, manajer investasi akan menjual saham dengan
nilai kerugian terbesar dan membeli saham yang terbang tinggi di akhir kuartal
keempat. Portofolio yang sudah “dipermak” tersebut kemudian dilaporkan sebagai
bagian dari kepemilikan dana. Namun meski seringkali terlihat menarik, praktik window dressing tidak selalu membantu
memperbaiki kinerja portofolio.
cdn.educba.com |
Cara Kerja Window
Dressing
Pada dasarnya,
performa manajer investasi dinilai setelah kuartal terakhir berlalu. Laporan
kinerja tersebut dibagikan kepada para investor sebagai bentuk
pertanggungjawaban. Tentu saja jika kinerja portofolio tersebut tidak bagus,
akan sangat berpengaruh terhadap penilaian kinerja manajer investasi.
Dengan kata
lain, semakin banyak kerugian yang diderita investor dari hasil portofolio
investasi, maka penilaian investor terhadap manajer investasi pun akan semakin
buruk. Begitupun sebaliknya. Oleh sebab itu, manajer investasi biasanya akan
berusaha sedemikian rupa agar portofolio investasinya mendapatkan tingkat
pengembalian yang wajar.
cdn.educba.com |
Tidak hanya
oleh manajer investasi, window dressing
juga umum dilakukan para emiten. Mereka berupaya menyajikan gambaran keuangan
yang lebih baik daripada yang dapat dibenarkan menurut fakta dan akuntansi yang
lazim. Misalnya dengan cara menetapkan aktiva atau pendapatan terlalu tinggi,
dan menetapkan kewajiban atau beban terlalu rendah dalam laporan keuangan.
Tidak sedikit
emiten yang memanfaatkan trik akuntansi dengan memanipulasi laporan keuangan
sehingga seolah-olah perusahaan memperoleh keuntungan yang besar, walaupun
sebenarnya kecil. Bahkan ada juga emiten yang menyatakan/melaporkan laba, padahal
kenyataannya rugi.
cdn.educba.com |
· Menunda
pembagian keuntungan (dividen) pada para investor sehingga nilai saldo akhir
kas tampak lebih tinggi.
· Menjual
aset tetap yang memiliki nilai penyusutan besar agar total nilai aset seolah
bertambah dengan adanya aset baru.
· Memberikan
diskon lebih awal kepada pelanggan agar bisa meraup pendapatan lebih cepat.
· Mengganti
metode penghitungan penyusutan dipercepat dengan penyusutan garis lurus guna
mengurangi jumlah penyusutan yang dibebankan pada pengeluaran saat ini.
· Menunda
pembayaran utang agar pengeluaran tersebut bisa masuk ke periode berikutnya.
· Menampilkan
jumlah piutang tak tertagih yang sangat rendah sehingga angka piutang terlihat
lebih besar dari yang seharusnya.
Sikap Kita Terhadap Window Dressing
Efek window dressing sering terlihat di akhir
tahun. Secara historis, dari tahun 1999 hingga 2021, kinerja pasar saham hampir
selalu membukukan kinerja positif di Bulan Desember. Rata-rata kinerja
bulanannya naik sebesar 4,67%, yang didorong oleh kenaikan harga saham-saham blue chips.
Sumber: Bloomberg (dikutip dari www.ocbcnisp.com) |
Mengacu pada data di atas, investor bisa saja memanfaatkan peluang ini dengan membeli saham-saham atau reksadana yang diperkirakan akan naik menjelang akhir tahun. Apalagi window dressing di akhir tahun seringkali diikuti dengan munculnya fenomena January Effect di mana kenaikan yang terjadi di Bulan Desember terus berlanjut hingga bulan Januari di tahun berikutnya.
Namun satu
hal yang harus diperhatikan bahwa kenaikan saham tersebut mungkin saja berlangsung
sementara hanya di akhir tahun. Tidak tertutup kemungkinan harga saham mengalami
penurunan setelahnya. Hal ini dikarenakan investor ataupun manajer investasi
merealisasikan keuntungan dari window
dressing dan beralih ke saham-saham yang dinilai masih memiliki valuasi
lebih rendah dan prospek yang baik.
cdn.educba.com |
Investor
memang sebaiknya tidak hanya mendasarkan keputusannya kepada kenaikan akhir
tahun, melainkan juga mempertimbangkan banyak aspek. Beberapa hal yang bisa
dilakukan agar bisa memperoleh cuan di akhir tahun antara lain:
· Memperhatikan
fundamental dan teknikal saham. Pelajari pergerakan harga saham/reksadana dari
waktu ke waktu, supaya kita bisa memperoleh gambaran yang lebih jelas.
· Teliti
dalam membaca laporan keuangan. Lihat apakah pengeluaran pajak sesuai dengan
aturan pajak penghasilan yang berlaku. Bila tidak, kemungkinan laba pada
laporan keuangan tidak mencerminkan nilai sesungguhnya.
Komentar
Posting Komentar